Jumat, 23 April 2010

tranfermasi genetik

56

Menara Perkebunan, 2003, 71(2), 56-69


Transformasi kopi robusta (Coffea canephora) dengan gen
kitinase melalui Agrobagterium tumefaciens LBA4404
Transformation of robusta coffee (Coffea canephora) with chitinase gene mediated by
Agrobacterium tumefaciens LBA4404

SISWANTO1)
, Fetrina OKTAVIA1)
, Asmini BUDIANI
1)
, SUDARSONO2)
,
PRIYONO3)
& Surip MAWARDI
3)

1)
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor 16151, Indonesia
2)
Program Studi Bioteknologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor
3)
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember, Indonesia


Summary

Genetic engineering of robusta coffee for
resistance to pathogenic fungi is considered to be
one of the potential approaches to overcome the
problem at robusta coffee plantation caused by
pathogenic fungi. This research was aimed to
introduce chitinase (CHI) gene into embryogenic
calli of robusta coffee and regenerate the
plantlets. Embryogenic calli were co-cultivated
with Agrobacterium tumefaciens LBA4404
harboring pCAMBIA1301 which contains
chitinase gene under 35S promoter. In this
research four concentrations (0, 50, 100 and
150 mg/L) of acetosyringone (AC) were used in
the co-cultivation medium. Selection for
transformed calli was conducted by gradually
increasing the concentration of hygromicin from
5 to 25 mg/L. Somatic embryo (SE) was induced
from callus on the medium containing a
combination of BAP 5 mg/L and IAA (0, 0.25 or
0.50 mg/L). Integration CHI in plant genome was
examined by GUS assay and PCR. The result
revealed that among the four AC concentrations
tested, 100 mg/L gave the highest percentage of
calli growing on the selection medium (42.5%).
BAP concentration of 5 mg/L alone was the most
effective for inducing of SE from transformed
calli with the highest percentage of 43.1% and
average number SE of 8.8 ± 3. The strongest
GUS expression on the calli at 3 days after
transformation and the calli grown on selection
medium containing 150 mg/L AC, which were
56.5% and 40% respectivelly. PCR analysis
showed that 7 out of 12 plantlets tested,
contained CHI gene. From this research 28
transgenic plantlets of robusta coffee were
obtained.

[Keywords: Robusta coffee, Coffea canephora
embryogenic callus, chitinase gene]


Ringkasan

Rekayasa genetika untuk merakit tanaman
kopi robusta tahan jamur pathogen dipandang
merupakan salah satu pendekatan alternatif yang
potensial untuk mengatasi masalah pada
perkebunan kopi robusta akibat serangan jamur
patogen. Penelitian ini bertujuan untuk meng-
introduksikan gen kitinase (CHI) ke dalam kalus
embriogenik kopi robusta dan regenerasinya
menjadi planlet, sebagai upaya untuk merakit
tanaman kopi robusta tahan serangan jamur.
Kalus embriogenik diko-kultivasi dengan
Agrobacterium tumefaciens LBA4404 pembawa
pCAMBIA1301 yang mengandung gen kitinase
di bawah kontrol promotor 35S. Pada percobaan
57

Siswanto et al.


ini, empat konsentrasi asetosiringon (AS) (0, 50,
100 dan 150 mg/L) digunakan dalam medium ko-
kultivasi. Seleksi kalus hasil transformasi
dilakukan dengan peningkatan konsentrasi higro-
misin secara bertahap dari 5 mg/L sampai
25 mg/L. ES diinduksi dari kalus pada medium
yang mengandung BAP 5 mg/L dan IAA (0; 0,25
dan 0,50 mg/L). Integrasi gen CHI ke dalam
genom tanaman dianalisis melalui uji GUS dan
PCR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari
keempat konsentrasi AS yang diuji, AS 100 mg/L
ternyata menghasilkan persentase tertinggi kalus
yang tumbuh pada medium seleksi (42,5%).
Konsentrasi BAP 5 mg/L tanpa penambahan IAA
efektif menginduksi ES dari kalus hasil
transformasi dengan persentase tertinggi 43,1%
dan rata-rata jumlah ES 8,8±3. Ekspresi GUS
tertinggi dideteksi pada kalus tiga hari setelah
transformasi dan kalus yang tumbuh di medium
seleksi yang mengandung AS 150 mg/L,
masing-masing 56,5% dan 40,0 %. Analisis PCR
menunjukkan bahwa 7 planlet dari 12 planlet
yang diuji, membawa gen CHI. Dari penelitian
ini dihasilkan 28 planlet kopi robusta transgenik.


Pendahuluan

Salah satu masalah utama dalam
pengembangan tanaman kopi robusta adalah
kepekaannya terhadap berbagai jenis
penyakit, seperti penyakit busuk akar yang
disebabkan oleh jamur Fomes lamoensis.
Serangan penyakit ini dilaporkan dapat
menurunkan hasil sampai 70% (Sri-Sukamto
& Junianto, 1997). Upaya penanggulangan
penyakit tersebut secara kimiawi kurang
disukai karena selain biaya yang mahal, juga
dapat meninggalkan residu yang
membahayakan konsumen. Perakitan
tanaman kopi tahan terhadap serangan jamur
patogen melalui rekayasa genetik dipandang
merupakan salah satu pendekatan potensial
untuk mengatasi masalah tersebut. Hal ini
dapat ditempuh dengan cara meng-
introduksikan gen penyandi kitinase (CHI)
ke dalam genom tanaman kopi.
Kitinase adalah enzim yang mempunyai
kemampuan mendegradasi kitin, komponen
utama dinding sel jamur (Datta et al., 2000).
Di samping memiliki kemampuan menempel
pada dinding sel jamur secara langsung,
kitinase juga melepaskan oligo-N-asetil-
glukosamin yang berfungsi sebagai elisitor,
yang telah terbukti berperan penting dalam
mengaktifkan respons ketahanan (Ren &
West, 1992). Beberapa publikasi hasil
penelitian melaporkan bahwa tanaman yang
mengekspresikan gen kitinase terbukti
mempunyai ketahanan terhadap berbagai
cendawan tertentu, seperti tanaman
tembakau yang tahan terhadap cendawan
Rhizoctonia solani (Jach et al., 1992), dan
Sclerotinia sclerotiorum (Terekawa et al.,
1997), tanaman mentimun yang tahan
terhadap serangan Botrytis cinerea (Tabei et
al., 1998) dan tanaman padi yang tahan
terhadap Rhizoctonia solani (Lin et al.,
1995; Datta et al., 2000).
Beberapa metode dapat digunakan
untuk memasukkan gen asing ke dalam
genom tanaman. Cara yang paling murah
dan terbukti efektif untuk tanaman dikotil
adalah transformasi menggunakan
A. tumefaciens (Hatanaka et al., 1999).
Planlet kopi transgenik yang telah diperoleh,
dilaporkan mengekspresikan gen GUS, nptII
dan hptII (Hatanaka et al., 1999), gen
cryIAc untuk resistensi terhadap penyakit
leaf miner (Leroy et al., 2002), gen untuk
resistensi terhadap herbisida (Sano &
Kusano, 2002) dan gen untuk kandungan
kafein yang lebih rendah (Ogita et al., 2002).
Ada tiga faktor yang harus dipenuhi
dalam rekayasa genetik, yaitu ketersediaan
gen yang akan diintroduksikan, sistem
ransformasi gen ke dalam genom tanaman
58

Transformasi kopi robusta (Coffea canephora) dengan gen kitinase...


target dan sistem regenerasi sel-sel trans-
forman menjadi planlet atau tanaman yang
membawa dan mengekspresikan gen asing
tersebut. Keberhasilan transformasi genetik
tanaman ditandai dengan terintegrasinya dan
terekspresinya gen yang diintroduksikan,
dan tetap terpelihara dalam seluruh proses
pembelahan sel sampai regenerasi tanaman.
Untuk mendeteksi terintegrasinya gen
asing, umumnya digunakan gen penanda,
misalnya gen GUS yang menyandikan
ß-glurokonidase. Ekspresi gen penanda ini
mudah diamati secara histokimia, karena
reaksi yang dikatalisis oleh enzim tersebut
menghasilkan produk berwarna biru. Gen
GUS yang mengandung intron pada daerah
N terminal dari coding sequence sangat
disarankan penggunaannya karena gus
diekspresikan hanya pada sel tanaman, tidak
pada sel bakteri (Hiei et al., 1997). Selain itu
untuk menyeleksi sel-sel transforman dari
sel yang tidak tertransformasi, diperlukan
agen penyeleksi, biasanya digunakan
antibiotik atau herbisida. Penelitian ini
bertujuan untuk mengintroduksikan gen
kitinase ke dalam genom tanaman kopi
robusta melalui A. tumefaciens LBA4404
dan meregenerasikannya menjadi planlet
kopi transgenik yang membawa gen CHI.

Bahan dan Metode
Bahan tanaman, vektor dan galur bakteri
Eksplan yang digunakan untuk trans-
formasi adalah kalus embriogenik yang
berasal dari eksplan daun kopi robusta klon
BP308. Vektor untuk transformasi genetik
yang digunakan adalah pCAMBIA1301
yang mengandung gen hptII dan gen gus dan
telah disisipi gen CHI (Gambar 1).
Sedangkan galur bakteri yang digunakan
adalah Agrobacterium tumefaciens
LBA4404.

Optimasi medium seleksi
Untuk mendapatkan konsentrasi
antibiotik higromisin yang tepat dalam
menyeleksi tanaman kopi transgenik,
dilakukan uji efektivitas konsentrasi
higromisin menggunakan eksplan kalus pada
medium ½ MS (Murashige & Skoog, 1962)
yang dilengkapi dengan vitamin B5
(Gamborg et al., 1968), 30 g/L sukrosa dan
2 mg/L gelrite. Konsentrasi higromisin yang
diuji adalah 0, 15, 25, 35, dan 45 mg/L.
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah
kalus yang mati akibat pengaruh
penambahan higromisin.
Kultur A. tumefaciens
A. tumefaciens yang mengandung
pCAMBIA1301 ditumbuhkan pada medium
LB yang mengandung 50 mg/L kanamisin
dan 50 mg/L rifampisin dan diinkubasi
semalam pada incubator shaker ber-
kecepatan 150 rpm dengan suhu 280
C.
Setelah dilakukan pengenceran 1:3 dengan
medium LB, kultur diinkubasi kembali pada
kondisi yang sama selama 3 jam. Kemudian
campuran disentrifugasi dengan kecepatan
5000 rpm selama 10 menit. Pelet bakteri
dipisahkan dari suspensi, kemudian dilarut-
kan dalam 20 mL medium ½ MS cair yang
mengandung 5 mg/L BAP dan 100 mg/L
asetosiringon. Campuran tersebut siap di-
gunakan untuk transformasi.

Transformasi dan regenerasi planlet
transforman
Transformasi gen CHI ke dalam kalus
embriogenik dilakukan mengikuti prosedur
59

Siswanto et al.




















Gambar 1. Peta plasmid pCAMBIA1301. RB (batas kanan) dan LB (batas kiri) T- DNA
Figure 1. pCAMBIA1301 plasmid map. RB (Right Border) and LB (Left Border) T-DNA

Sano & Kusano (2002) dengan beberapa
modifikasi. Inokulasi dilakukan dengan
pengocokan eksplan bersama suspensi
A. tumefaciens pada kecepatan 60 rpm
selama 30 menit. Setelah 3 hari ko-kultivasi
pada medium ½ MS yang mengandung
asetosiringon pada berbagai tingkat
konsentrasi yang berbeda (0, 50, 100 dan
150 mg/L), eksplan dicuci tiga kali dengan
air steril, dilanjutkan dengan satu kali
pencucian menggunakan larutan 300 mg/L
sefotaksim. Eksplan yang telah ditrans-
formasi kemudian dipindahkan ke medium
seleksi yang mengandung 300 mg/L
sefotaksim dan higromisin. Penggunaan
medium seleksi dilakukan secara bertingkat
yaitu medium seleksi mengandung 5 mg/L
dan 15 mg/L higromisin, terakhir pada
medium dengan dosis higromisin lethal
minimum yaitu 25 mg/L. Pengamatan
dilakukan terhadap eksplan yang tumbuh
pada tiap medium seleksi.
Eksplan yang hidup pada medium
seleksi dipindahkan ke medium regenerasi
yaitu medium ½ MS yang mengandung
vitamin B5, 30 g/L sukrosa dan 2 g/L gelrite.
Untuk menginduksi pembentukan ES, ke
dalam medium ditambahkan kombinasi zat
pengatur tumbuh 5 mg/L BAP dengan (0,00;
0,25 dan 0,50 mg/L) IAA. Pengamatan
dilakukan terhadap persentase eksplan kalus
yang membentuk ES dan rata-rata ES yang
terbentuk per eksplan kalus. Untuk
regenerasi planlet, ES yang sudah mencapai
fase kotiledon dipindah ke medium ½ MS
tanpa zat pengatur tumbuh. Pengamatan
dilakukan terhadap persentase ES yang
berkecambah, planlet yang terbentuk, planlet
yang berakar dan tinggi rata-rata planlet.
SphI
(2455)
hptII Lac gus 35S
Kanamisin
R
35S
35S
Chi
nos
RB L
HindI
I
1,1 kb
HindI
I
SphI Nco
I
OR BOM PVS
1
PVSI
t
pCAMBIA1301
11837 bp
60

Transformasi kopi robusta (Coffea canephora) dengan gen kitinase...

Pengujian ekspresi gen GUS
Untuk mengetahui keberhasilan
transformasi pada eksplan hasil ko-kultivasi
dan eksplan yang tumbuh di medium seleksi,
dilakukan uji ekspresi GUS berdasarkan
metode Jefferson et al. (1987). Eksplan yang
telah ditransformasi diinkubasi semalam
dalam larutan X-Gluc (5-Bromo-4-chloro-3-
indolyl-β-D-glucoronide) pada suhu 37o
C,
dicuci dalam etanol 99% dan disimpan pada
suhu 4o
C, kemudian dilakukan pengamatan
terhadap jumlah eksplan yang meng-
ekspresikan gen GUS di bawah mikroskop.
Isolasi DNA dari planlet hasil transformasi
dan analisis transgen
DNA genom diekstraksi dari planlet
menurut metode Castillo et al. (1994).
Sebanyak 1 g daun digerus dalam nitrogen
cair, dimasukkan ke dalam tabung
Eppendorf dan ditambah 750 µL bufer
ekstrak, kemudian diinkubasi pada 65o
C
selama 15 menit. Campuran dibiarkan dingin
pada suhu kamar, kemudian diekstrak
dengan larutan kloroform : isoamilalkohol
(24:1). Setelah disentrifus 10 menit dengan
kecepatan 13.000 rpm, pada suhu 4o
C,
supernatan dipindahkan ke dalam tabung
Eppendorf yang berisi isopropanol,
kemudian dicampur dengan cara membolak-
balikkan tabung dan disentrifus selama
10 menit pada 8.000 rpm. Endapan DNA
dicuci dengan 70% etanol dan dikeringkan.
Endapan DNA dilarutkan dalam 25 µL bufer
TE untuk digunakan dalam analisis lebih
lanjut.
Integrasi transgen dalam tanaman
dianalisis dengan PCR menggunakan primer
CHI dengan urutan nukleotida adalah 5’-
GGGACCCATCCAGATCACCT-3’ dan 5’-
GGTAGGGCCTCTGGTTGTAC-3’. Reaksi
PCR dengan template DNA dari daun
planlet transforman, menggunakan Gene
Amp PCR System 2400. Program PCR
terdiri dari inkubasi awal pada suhu 94o
C
selama 3 menit dilanjutkan dengan 35
siklus, yang masing-masing terdiri dari
denaturasi 94o
C 1 menit, penempelan
(annealing) 55o
C 1 menit dan ekstensi 72o
C
selama 1 menit, dilanjutkan 3 menit untuk
ekstensi akhir pada suhu 72o
C. Produk PCR
diverifikasi dengan elektroforesis pada
0,8 % gel agarosa. Hasil elektroforesis
diamati dan didokumentasi di atas UV
transiluminator.

Hasil dan Pembahasan

Optimasi medium seleksi
Salah satu tahapan penting yang harus
dilalui dalam sistem transformasi untuk
mendapatkan tanaman transgenik adalah
seleksi. Tersedianya metoda seleksi sangat
diperlukan untuk menyeleksi sel-sel
transforman. Seleksi tahap awal yang biasa
dilakukan adalah dengan menumbuhkan
eksplan hasil transformasi pada medium
seleksi yang mengandung antibiotik tertentu
sesuai gen yang dibawa dalam vektor.
Vektor pCAMBIA 1301 membawa gen
penyandi ketahanan higromisin dan kana-
misin, sehingga seleksi sel-sel transforman
dapat dilakukan menggunakan salah satu
antibiotik tersebut.
Hasil pengujian efektivitas higromisin
dalam menghambat pertumbuhan sel-sel
kopi yang tidak membawa gen ketahanan
menunjukkan bahwa eksplan kalus yang
ditumbuhkan pada medium mengandung
higromisin mengalami kematian, diawali
pada bagian yang bersentuhan langsung
dengan medium. Kematian kalus ditandai
61

Siswanto et al.


dengan terjadinya pencokelatan, kemudian
kalus mengering dan menghitam.
Kematian kalus mulai terdeteksi pada
minggu kedua pengamatan dengan
persentase yang berbeda-beda. Semua kalus
yang dikulturkan pada medium dengan
25 mg/L higromisin mati pada minggu ke
empat. Pada medium 35 dan 45 mg/L
higromisin kematian semua kalus terjadi
lebih cepat yaitu pada minggu ketiga (Tabel
1). Hasil ini menunjukkan bahwa 25 mg/L
adalah konsentrasi minimal higromisin
yang diperlukan untuk menghambat
pertumbuhan dan merupakan konsentrasi
lethal pada kalus kopi robusta klon BP308.
Oleh karena itu, pada tahapan percobaan
selanjutnya digunakan 25 mg/L higromisin
dalam medium seleksi.

Transformasi dan regenerasi planlet
transforman
Pengaruh konsentrasi asetosiringon
terhadap jumlah (persentase) kalus
transforman, dinyatakan sebagai kalus yang
tahan dalam medium seleksi dan berkem-
bang menjadi embrio (Tabel 2). Tampak
bahwa penambahan asetosiringon mampu
meningkatkan persentase kalus tumbuh pada
medium seleksi, yang berarti meningkatkan
efisiensi transformasi. Persentase tertinggi
kalus tumbuh (42,5 %) diperoleh pada
konsentrasi asetosiringon 100 mg/L. Pening-
katan konsentrasi asetosiringon lebih dari
100 mg/L tidak meningkatkan jumlahkalus
yang tumbuh. Tanpa asetosiringon,
transformasi masih dapat terjadi yang ditun-
jukkan dengan adanya kalus tumbuh pada
medium tersebut, meskipun persentasenya
rendah (23 %) (Tabel 2). Hal ini diduga
karena tingginya kandungan fenolik pada
tanaman kopi yang dikeluarkan pada saat
pelukaan selama proses transformasi.
Menurut James et al. (1993), penam-
bahan asetosiringon ke dalam medium ko-
kultivasi efektif meningkatkan efisiensi
transformasi. Asetosiringon berperan meng-
induksi gen VIR yang berfungsi dalam

Tabel 1. Jumlah dan persentase kalus mati pada beberapa konsentrasi higromisin.
Table 1. Number and percentage of dead calli on different hygromicin concentrations.
Jumlah dan persentase eksplan mati (%)
Percentage of dead calli
Konsentrasi
higromisin
Concentration
of hygromicin
(mg/L)

1

2
Minggu
3
(Weeks)
4

5

6

0
15
25
35
45

0/25 (0)
0/25 (0)
0/25 (0)
0/25 (0)
0/25 (0)

0/25 (0)
0/25 (0)
3/25 (12)
17/25 (68)
21/25 (84)

0/25 (0)
6/25 (24)
19/25 (76)
25/25 (100)
25/25 (100)

0/25 (0)
11/25 (44)
25/25 (100)
25/25 (100)
25/25 (100)

0/25 (0)
16/25 (64)
25/25 (100)
25/25 (100)
25/25 (100)

0/25 (0)
23/25 (92)
0/25 (100)
0/25 (100)
0/25 (100)
Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase eksplan mati.
Note : Number between the bracket indicated percentage of explants dead.
62

Transformasi kopi robusta (Coffea canephora) dengan gen kitinase...

mentransfer T-DNA ke dalam sel tanaman
dan meningkatkan efisiensi infeksi
Agrobacterium (Orlikowska et al., 1995),
sehingga dapat meningkatkan jumlah sel
yang transforman. Namun asetosiringon
tidak diperlukan apabila senyawa fenolik
yang dikeluarkan oleh jaringan yang dilukai
sudah cukup mengaktifkan gen VIR (Lopez
et al., 2000). Leroy et al. (2000) berhasil
memperoleh tanaman transgenik kopi tahan
penyakit leaf minner dengan penambahan
10 mg/L asetosiringon. Sedangkan Sano &
Kusano (2002) menggunakan 50 mg/L
asetosiringon pada transformasi untuk
mendapatkan tanaman kopi tahan herbisida.
Perubahan eksplan kalus mulai terlihat
setelah 2 minggu dalam medium seleksi
yang mengandung 5 mg/L higromisin, yang
ditunjukkan dengan mulai terjadinya pen-
cokelatan pada beberapa kalus. Pemindahan
kalus ke medium seleksi dengan konsentrasi
higromisin lebih tinggi meningkatkan
jumlah kalus yang mengalami pencokelatan
dan kematian. Kalus mati merupakan kalus
yang tidak tertransformasi, sehingga tidak
mampu bertahan dalam medium mengan-
dung higromisin. Sedangkan kalus tumbuh
pada medium seleksi adalah kalus
transforman. Kalus tersebut berwarna
kuning remah, berstruktur embriogenik, dan
berkembang membentuk planlet (Gambar 2).
Selama dalam medium seleksi, kalus juga
mengalami proliferasi dan regenerasi, yang
ditandai dengan semakin banyaknya jumlah
kalus serta munculnya embrioid pada
beberapa kalus. Persentase tertinggi
embrioid pada medium seleksi yaitu 15,6%
pada perlakuan penambahan asetosiringon
50 mg/L. Kalus tumbuh pada medium
seleksi yang mengandung 25 mg/L
higromisin selanjutnya disubkultur ke.
medium regenerasi (R1, R2, R3 dan R4)
selama 10 minggu untuk induksi dan
regenerasi ES.
Pada semua medium yang digunakan,
persentase kalus transforman yang meng-
hasilkan ES dan rata-rata ES per kalus lebih
rendah dibandingkan dengan kontrolnya
Tabel 2. Jumlah eksplan kalus yang tahan terhadap tiga tingkat konsentrasi higromisin, dan kalus hasil
seleksi yang mampu membentuk embrio.
Table 2. Number of calli explants resistance to three gradually hygromicin concentrations, and selection
of calli forming of embryo.
Jumlah eksplan kalus tahan higromisin
Number of explants hygromicin resistant (%)


Kalus yang
menbentuk embrio
Calli forming
embryo (%)

Konsentrasi
Asetosiringon
Concentration of
Acetosyringone
(mg/L)

Jumlah
eksplan
kalus
Number
of calli
explants
5 15
(mg/L)
25

0
50
100
150
200
200
200
200
143 (71,5)
166 (83,0)
171 (85,5)
154 (77,0)
87 (40,5)
121 (60,5)
132 (66,0)
128 (64,0)
46 (23,0)
77 (38,5)
85 (42,5)
82 (41,0)
6 (13,0)
12 (15,6)
10 (11,8)
7 (8,5)

63

Siswanto et al.




















Gambar 2. Perkembangan eksplan kalus kopi robusta hasil transformasi. (A) kalus embriogenik
3 hari setelah transformasi, (B) kalus yang tidak tumbuh di medium seleksi yang mengandung
higromisin 25 mg/L, (C) kalus transforman yang membentuk ES pada medium dengan
penambahan BAP 5 mg/L, (D) ES fase kotiledon, (E) ES yang berkecambah.
Figure 2. The development of transformed calli. (A) embryogenic calli 3 days after transformation, (B) dead
calli on selection medium containing 25 mg/L hygromicin, (C) transformed calli form SE on
5 mg/L BAP medium, (D) cotyledonary SE, (E) germinant derived from SE.

(yang tidak ditransformasi). Persentase
tertinggi kalus transforman yang menghasil-
kan ES (43,1%) dan rata-rata ES per kalus
(8,8±3), maupun kalus yang tidak ditrans-
formasi (kontrol positif) yang membentuk
ES (70% ) dan rata-rata ES per kalus
(11,6±2,8) diperoleh pada medium regene-
rasi dengan penambahan 5 mg/L BAP tanpa
IAA (Tabel 3 & Gambar 2C).
Persentase kalus embrioid dan rata-rata
embrio per kalus mengalami penurunan
seiring dengan peningkatan konsentrasi IAA
dalam medium, meskipun masih lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil pada medium
tanpa zat pengatur tumbuh. Kecendrungan
ini terjadi baik pada kalus transforman
maupun kalus kontrol. Hal ini menunjukkan
bahwa penambahan BAP dan IAA mem-
pengaruhi pembentukan ES dari kalus
embriogenik dan jumlah ES yang dihasil-
kannya. Sitokinin berperan penting dalam
induksi ES, sebaliknya auksin cenderung
menghambat. Hatanaka et al. (1991) berhasil
mendapatkan ES kopi robusta pada
medium yang hanya mengandung sitokinin.
Untuk regenerasi planlet, ES yang telah
A B
C D
ES
C
D E
64

Transformasi kopi robusta (Coffea canephora) dengan gen kitinase...

mencapai fase kotiledon (Gambar 2D)
dipindah ke medium tanpa zat pengatur
tumbuh. Pada Tabel 4 terlihat pertumbuhan
dan regenerasi ES hasil transformasi.
Setelah 4 minggu, dari 197 ES fase
kotiledon hasil transformasi, hanya 49,8%
yang mampu berkecambah (Gambar 2E).
Dari kecambah tersebut, 28,6% membentuk
planlet normal (28 planlet) dan 85,7% dari
planlet tersebut berakar. Rata-rata tinggi
planlet transforman 8 bulan setelah trans-
formasi adalah 14,7 ± 3,8 mm (Tabel 4).
Dibandingkan dengan tanaman kontrol,
planlet transforman menunjukkan per-
tumbuhan yang lebih lambat (Gambar 3).
Hal ini diduga disebabkan oleh perlakuan
transformasi dan insersi gen asing serta
pengaruh antibiotik dalam medium
.
Tabel 3. Induksi dan regenerasi ES hasil transformasi pada beberapa medium regenerasi.
Table 3. Induction and regeneration of transformed SE on regeneration medium.
Jumlah kalus untuk
induksi ES
Number of calli for
induction of SE
Jumlah kalus yang
membentuk ES
Number of calli form SE
(%)
Rata-rata ES yang terbentuk
per kalus
Average SE formed per calli

Medium
Medium
BAP/IAA
(mg/L)
Trans*
Trans
Kontrol
Control
Trans
Trans
Kontrol
Control
Trans
Trans
Kontrol
Control
0/0,00
5/0,00
5/0,25
5/0,50
72
72
73
73
10
10
10
10
16, 7
43,1
41,7
37,5
20
70
60
60
5,2 ± 1,8
8,8 ± 3
8,0 ± 2,4
5,9 ± 2,9
6,5 ± 0,7
11,6 ± 2,8
10,0 ± 2
7,0 ± 2,2
* Transformasi (transformation)














Gambar 3. Planlet transgenik (kiri), dan planlet kontrol (kanan).
Figure 3. Transgenic plantlet (left), and control plantlet (right).
65

Siswanto et al.


Tabel 4. Regenerasi planlet dari ES hasil transformasi pada medium tanpa zat pengatur tumbuh setelah 14
minggu dikulturkan.
Table 4. Regeneration of plantlets from transformed SE on growth regulator- free medium after 14 week
cultured.
Planlet terbentuk setelah 14 minggu
Plantlets formed after 14 weeks


Perlakuan
Treatment


Embrio fase
kotiledon
Cotyledonary
phase embryo

Embrio
berkecambah
setelah
4 minggu
Germinated
embryo after
4 weeks (%)
Jumlah
Planlet
terbentuk
Number of
plantlets
formed (%)
Planlet
berakar
Plantlets
with roots
(%)
Tinggi planlet
rata-rata
Average high
of plantlets
(mm)
Transformasi
Transformation
Kontrol
Control
197

25
98 (49,8)

17 (68,0)
28 (28,6)

11 (64,7)
24 (85,7)

11 (100)
14,71 ± 3,75

20,73 ± 2,49


menyebabkan tanaman mengalami cekaman
sehingga menurunkan daya regenerasinya.

Uji ekspresi GUS
Uji histokimia ß-glukoronidase atau
lebih dikenal dengan uji GUS dapat
dilakukan pada tahap awal segera setelah
ko-kultivasi (2-3 hari) maupun setelah gen
terintegrasi dengan stabil. Uji GUS pada
penelitian ini dilakukan pada kalus 3 hari
setelah ko-kultivasi, kalus yang tumbuh
pada medium seleksi, dan pada ES fase
kotiledon yang terbentuk. Setelah direndam
dengan larutan pewarna GUS, baik pada
kalus setelah ko-kultivasi, kalus yang
tumbuh pada medium seleksi, maupun pada
embrio menunjukkan warna kebiruan yang
menandakan adanya resipitasi hasil hidrolisa
substrat X-gluc oleh enzim ß-glukoronidase
(Gambar 4).
Tabel 5 menyajikan hasil pengamatan
uji ekspresi gen GUS pada kalus hasil
transformasi dengan beberapa perlakuan
konsentrasi asetosiringon. Tampak bahwa
persentase kalus tertinggi yang meng-
ekspresikan GUS dihasilkan pada kon-
sentrasi asetosiringon 150 mg/L, baik pada
pengamatan 3 hari setelah ko-kultivasi
maupun pada kalus yang tumbuh di medium
seleksi. Sedangkan hasil uji GUS pada
embrio fase kotiledon menunjukkan bahwa
dari 10 embrio yang diuji, hanya tiga embrio
(30 %) yang positif mengekspresikan GUS
(Tabel 5). Penambahan konsentrasi
asetosiringon mampu meningkatkan persen-
tase kalus yang mengekspresikan gen GUS.
Menurut Otani et al. (1998) penambahan
asetosiringon pada medium infeksi maupun
ko-kultivasi dapat meningkatkan ekspresi
sementara GUS. Uji GUS pada kalus yang
Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase.
Note : Number between the bracket indicated percentage.
66

Transformasi kopi robusta (Coffea canephora) dengan gen kitinase...












Gambar 4. Uji ekspresi gen GUS hasil transformasi kopi robusta. (A) kalus 3 hari setelah transformasi, (B)
kalus yang tumbuh pada medium seleksi dan (C) ES fase kotiledon. ekspresi GUS ditunjukkan
dengan tanda panah.
Figure 4. GUS assay of transformant robusta coffee (A) 3 day transformed calli, (B) trans-formed calli
growth on selection medium, and (C) cotyledonary SE GUS expression is shown by arrow sign.

Tabel 5. Uji GUS dengan perlakuan asetosiringon.
Table 5. GUS assay with acetosyringone treatment.
Persentase eksplan positif GUS
Percentage of GUS positive explants (%)

Konsentrasi asetosiringon
Concentracion of acetosyringone
(mg/L)
3 hari setelah kultur
3 days after culture
Hasil seleksi
Result of selection
0
50
100
150
5/15 (33,3)
9/17 (52,9)
10/18 (55,6)
13/23 (56,5)
0/10 (0)
2/10 (20)
1/10 (10)
4/10 (40)
Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase.
Note : Number between the bracket indicated percentage.

tumbuh pada medium seleksi menunjukkan
bahwa tidak semua kalus yang diuji
mengekspresikan gen GUS.
Tidak terekspresinya gen GUS
meskipun kalus mampu tumbuh di medium
seleksi kemungkinan disebabkan oleh
beberapa hal di antaranya karena sekuen gen
GUS atau bagian dari gen tersebut telah
hilang, atau terjadi fenomena gen silencing
(Hiei et al., 1997).
Dengan terekspresinya gen GUS pada
kalus dan embrio kopi robusta yang
ditransformasi memberikan harapan bahwa
gen penyandi kitinase telah terintegrasi,
karena gen tersebut terdapat pada satu
konstruksi T-DNA dalam plasmid vektor
yang sama ditransfer oleh Agrobacterium
ke tanaman.
B C A

67

Siswanto et al.















Gambar 5. Analisis PCR planlet yang berasal dari kalus hasil transformasi M (Marker 1 kb ladder), K+
(Kontrol positif plasmid pCAMBIA1301-chi), K- (planlet yang tidak ditransformasi), 1-12
(planlet hasil transformasi).
Figure 5. PCR analysis of plantlets derived from transformed calli M (1 kb ladder marker), K+
(positive control of pCAMBIA1301-chi plasmid), K- (no transformation of plantlet), 1-
12 (transformant plantlets).

Analisis transgen dalam jaringan

Dari analisis PCR 12 planlet putatif
transgenik didapatkan 7 planlet yang
terbukti mengandung sisipan gen kitinase
yaitu planlet no 4, 5, 6, 7, 9, 10 dan 12 yang
ditunjukkan dengan adanya pita DNA
berukuran sekitar 650 bp (Gambar 5). Halini
memperkuat bukti bahwa gen kitinase yang
diintroduksikan berhasil tersisipi ke dalam
genom tanaman kopi robusta klon BP308.

Kesimpulan

Penambahan asetosiringon ke dalam
medium ko-kultivasi mempengaruhi jumlah
kalus yang tumbuh pada medium seleksi dan
persentase jumlah kalus yang meng-
ekspresikan gen GUS Persentase tertinggi
kalus yang tumbuh diperoleh pada medium
seleksi yang mengandung 100 mg/L
asetosiringon, sedangkan persentase ter-
tinggi kalus yang mengekspresikan GUS
baik pada kalus 3 hari setelah transformasi
(56,5 %) maupun kalus yang tumbuh pada
medium seleksi (40 %) diperoleh pada
medium yang mengandung 150 mg/L
asetosiringon.
Medium dasar MS + 5 mg/L BAP +
0 mg/L IAA menghasilkan kalus embrioid
dan rata-rata jumlah embrio per kalus
dengan persentase tertinggi, masing-masing
sebesar 43,1% dan 8,8±3. Dari penelitian ini
telah berhasil diregenerasi 28 planlet kopi
robusta putatif transgenik. Analisis PCR
menunjukkan bahwa dari 12 planlet putatif
transgenik yang diuji, 7 planlet terbukti
positif membawa gen kitinase.
650 bp
M K+ K- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
12
68

Transformasi kopi robusta (Coffea canephora) dengan gen kitinase...

Daftar Pustaka
Castillo, O.C., K.J. Chalmers, R. Waugh &
W. Powell (1994). Detection of
genetic diversity and selective gene in
coffee using RAPD markers. Theor.
Appl. Genet., 87, 332-339.
Datta, K., Z.K. Nicola, N. Baisakh, N. Oliva
& S.K. Datta (2000). Agrobacterium-
mediated engineering for sheath
blight resistance of indica rice
cultivars from different ecosystems.
Theor. Appl. Genet., 100, 832-839.
Gamborg, O.L., R.A. Miller & K. Ojima
(1968). Nutrient requirements of
suspension culture of soybean root cells.
Exp. Cell. Res., 50, 151-158.
Hatanaka, T., O. Arakawa, T. Yasuda,
N. Uchida & T. Yamaguchi (1991).
Effect of plant growth regulator on
somatic embryogenesis in leaf cultures
of Coffea canephora. Plant Cell
Rep.,10, 179-182.
Hatanaka, T., Y.E. Choi, T. Kusano &
H. Sano (1999). Transgenic plants of
coffee (Coffea canephora) from
embryogenic callus via Agrobacterium
tumefaciens-mediated transformation.
Plant Cell Rep.,19, 106-110.
Hiei, Y., T. Komari & T. Kubo (1997).
Transformation of rice mediated by
Agrobacterium tumefaciens. Plant Mol.
Biol., 35, 205-218.
Jach, G., B. Gornhardt, J. Mundy,
J. Logemann, E. Pinsdorf, R. Leah,
J. Schell & C. Maas (1995). Enhanced
quantitative resistance against fungal
disease by combinatorial expression on
different barley anti fungal proteins in
transgenic tobacco. The Plant J., 8 (1),
97-109.
James, D.J., S. Uratsu, J. Cheng, P. Negri,
P. Viss & A.M. Dandekar (1993).
Acetosyringone and osmoprotectants
like betaine or proline synergistically
enhance Agrobacterium-mediated trans-
formation of apple. Plant Cell Rep.,12,
559-563.
Jefferson, R.A. (1987). Assaying chimeric
genes in plant, the GUS gene fusion
system. Plant Mol. Biol. Rep., 5, 387-
465.
Leroy, T., A.M. Henry, M. Royers,
I. Altosaar, R. Frutos, D. Duris &
R. Philippe (2000). Genetically
modified coffee plants expressing the
Bacillus thuringiensis cryIAc gene for
resistance to leaf miner. Plant Cell
Rep.,19, 382-389.
Lin, W., C.S. Anuratha, K. Datta,
I. Potrykus, Muthukrishnan &
S.K. Datta (1995). Genetic engineering
of rice for resistance to sheath blight.
Biotechnol., 13, 686-691.
Lopez, M., M.H. Jaime, R. Roberto &
J.O. Roberto (2000). Factor involved in
Agrobacterium tumefaciens – mediated
gene transfer into Pinus nigra Arn. Spp.
Salzmannii (Dunal) Franco. Euphytica,
114, 195-203.
Murashige, T. & F. Skoog (1962). A revised
medium for rapid growth and bioassays
with tobacco cultures. Physiol. Plant.,
15, 473-497.
.
69

Siswanto et al.

Ogita, S., H. Uefuji, Y. Choi, T. Hatanaka,
M. Ogawa, Y. Yaamaaguchi,
N. Koizumi & H. Sano (2002). Genetic
modification of coffee plants. J. Plant
Biotech., 4 (3), 91-94.
Orlikowska, T.K., H.J. Cranston &
W.E. Dyer (1995). Factor influencing
Agrobacterium tumefaciens – mediated
transformation and regeneration of the
sunflower cultivar contennial. Plant
Cell Tiss. & Org. Cult., 40, 85-91.
Otani, M., T. Shimada, T. Kimura &
A. Saito (1998). Transgenic plant
production from embryogenic callus of
sweet potato Ipomea batatas (L) Lam
using Agrobacterium tumefaciens.
Plant Biotech., 15 (1), 11-16.
Ren, Y. & C.A. West (1992). Elicitation of
diterpene biosyntesis in rice (Oryza
sativa L.) by chitin. Plant Physiol., 99,
1169-1178.
Sano, H. & T. Kusano (2002). Method for
producing the transformants of coffee
plants and transgenic coffee plant.
USA, United States Patent.
Sri-Sukamto & Y.D. Julianto (1997).
Evaluasi Jamur akar pada tanaman
kopi di Kabupaten Aceh Tengah.
Jember, Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Jember, 27p. Laporan Intern.
Tabei, Y., S. Kitade, Y. Nishizawa,
N. Kikuchi, T. Kayano, T. Hibi &
K. Akutsu (1998). Transgenic cucumber
plants harbouring a rice chitinase gene
exhibit enhanced resistance to gray
mold (Botrytis cinerea). Plant Cell
Rep., 17, 159-164.

Terekawa, N., N. Takaya, H. Horiuchi &
M. Koike (1997). A fungal chitinase
gene from Rhizopus oligosporus confers
antifungal activity to transgenic
tobacco. Plant Cell Rep., 16, 439-443